Subsidi Kendaraan Listrik Hanya Dinikmati Orang Kaya, Ini Hitungannya

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2009-2011 Darwin Zahedy Saleh mengkritik keras program pemerintah yang memberikan subsidi untuk pembelian kendaraan listrik, khususnya mobil listrik. Dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia pada Selasa (13/2/2024), Darwin menilai bahwa subsidi mobil listrik tidak tepat sasaran karena mayoritas pengguna mobil listrik berasal dari kalangan menengah ke atas.
“Kita mayoritas ke bawah jumlahnya hampir 85%, karena itu mensubsidi untuk mobil listrik itu jelas saya kira salah arah,” ungkap Darwin.

Ia lebih cenderung setuju jika pemerintah memberikan insentif untuk pembelian kendaraan listrik roda 2 alias motor listrik, meskipun mengakui bahwa implementasinya tidak mudah untuk membuat masyarakat beralih dari motor berbahan bakar minyak (BBM) ke motor listrik.

Kebijakan terbaru, Kementerian Keuangan (Kemkeu) baru saja menerbitkan dua aturan yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 tahun 2024 dan PMK nomor 9 tahun 2024.

PMK 8/2024 ini tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.

Dalam PMK 8/2024, pemerintah memberikan insentif bagi masyarakat yang ingin membeli mobil listrik berupa pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% jika memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang ditetapkan pada 2024 ini. Kelak, masyarakat yang membeli mobil listrik hanya dikenakan PPN 1% saja dari harga jual karena 10%-nya ditanggung pemerintah (DTP).

Lalu, PMK 9/2024 tentang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024. Aturan ini telah diundangkan pada 12 Februari 2024.

Pada Pasal 3 PMK No. 9 Tahun 2024 disebutkan PPnBM impor kendaraan berbasis listrik (KBL) secara impor utuh (Completely Built-Up/CBU) dan terurai lengkap (Completely Knocked-Down/CKD) roda empat ditanggung pemerintah sebesar 100% atau sepenuhnya. Namun, kebijakan ini hanya diberikan untuk masa pajak Januari-Desember 2024.

Sebelumnya, pemerintah juga memberikan insentif 10% kepada pembeli mobil listrik di 2023 melalui PMK Nomor 38 Tahun 2023 tentang hal yang sama.

PMK ini dirilis untuk mendorong kebijakan pemerintah dalam melakukan peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik, menarik minat investasi, meningkatkan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di dalam negeri, dan mendukung program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, perlu dukungan pemerintah berupa kebijakan pemberian insentif fiskal.

Perhitungan Subsidi Kendaraan Listrik

Untuk mobil listrik, 2 merek yang dipastikan mendapatkan subsidi yaitu Hyundai Ioniq 5 dengan diskon Rp 70 – 80 juta dan Wuling Air ev dengan penurunan harga Rp 25 juta hingga Rp 35 juta.

Sedangkan untuk kendaraan roda 2, terdapat 38 line up motor yang mendapat subsidi pemerintah sebesar Rp 7 juta. Masyarakat hanya dapat memilih satu motor pilihannya karena subsidi ini berlaku hanya untuk satu orang. Pemerintah sudah memberi kuota sebesar 200 ribu unit, namun hingga kini baru tersalurkan kurang dari 1%.

Subsidi motor listrik seharusnya dapat lebih efisien diterapkan, mengingat subsidi untuk mobil memerlukan dana yang jauh lebih besar mencapai 3-11 kali lebih tinggi dibanding subsidi motor. Dengan lebih berfokus pada subsidi motor listrik, penyerapan subsidi seharusnya dapat lebih dimaksimalkan.

Hal tersebut didasarkan oleh karakteristik masyarakat Indonesia yang secara keseluruhan lebih banyak memiliki kendaraan roda 2, dibanding roda 4. Melansir Gaikindo, data per 9 Februari 2023 menunjukkan, penggunaan mobil di Indonesia mencapai 19,17 juta unit atau dengan porsi 13%, sedangkan motor mencapai 127,97 juta unit atau mencapai 87%.

Selain itu, dari sisi harga, harga kendaraan roda 4 jauh lebih tinggi dibandingkan roda 2, sehingga menjadikan subsidi mobil listrik tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat kelas menengah atas, dibandingkan masyarakat kelas bawah. Hal ini mengindikasikan bahwa subsidi yang diterapkan cenderung tidak tepat sasaran.

Adopsi kendaraan listrik (EV) telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Melansir data IESR, hanya pada 2022, jumlah sepeda motor listrik (E2W) dan mobil listrik (E4W) di jalan meningkat hampir 4-5 kali lipat, masing-masing, dibandingkan dengan tahun 2021.

Namun, meskipun pertumbuhan yang signifikan pada 2022, tingkat adopsi EV masih jauh dari target Nationally Determined Contribution (NDC Indonesia). NDC maksudnya, target Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan kemampuan sendiri atau tanpa bantuan negara lain. Indonesia telah menyampaikan target penurunan emisi GRK ke Unit Kerja PBB untuk Penanggulangan Perubahan Iklim (UNFCCC) dengan kemampuan sendiri sebesar 29% dan dengan dukungan internasional sebesar 41%. Kemudian, pada 23 September 2022 Indonesia telah menyampaikan peningkatan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced NDC dengan kemampuan sendiri 31,89% dan dengan dukungan internasional sebesar 43,20%.

Sementara itu, infrastruktur pengisian belum merata, biaya awal tinggi, durasi pengisian yang lama, performa rendah, dan jangkauan berkendara terbatas menjadi hambatan utama bagi adopsi EV (IESR, 2022). Persepsi konsumen dan kurangnya pemahaman tentang EV juga menghambat adopsi EV (Candra, 2022; Maghfiroh, 2021; IESR, 2020).

Baik motor listrik maupun mobil listrik memiliki biaya awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan berbasis Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebagian besar motor listrik harganya lebih dari Rp 25 juta, sementara sebagian besar sepeda motor yang dijual di Indonesia saat ini dibanderol kurang dari Rp 20 juta.

Kesenjangan ini lebih mencolok untuk mobil listrik, sebagian besar harganya lebih dari Rp 600 juta, sementara sebagian besar mobil dengan mesin pembakaran Internal Combustion Engine Vehicle (ICEV) atau mobil berbasis BBM dijual pada harga kurang dari Rp 300 juta. Sementara itu, agar dianggap terjangkau dan menarik bagi konsumen, harga mobil listrik seharusnya sekitar 1,2-1,4 kali lebih tinggi dari mobil non listrik, menurut jurnal yang ditulis Khoirunurrofik pada 2021.

Melansir situs resmi Gaikindo, organisasi ini mengungkapkan bahwa kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia untuk membeli mobil masih terbatas di bawah angka Rp 250 juta. Ini menjadi kendala serius, mengingat harga mobil listrik termurah saat ini mencapai Rp 600 juta.

Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo, mengemukakan bahwa perbedaan harga yang mencapai sekitar Rp 300 juta tersebut menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan pasar mobil listrik di Indonesia masih relatif kecil dan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya China.

Misalnya, mobil Hyundai Ioniq 5 dijual dengan harga mencapai Rp 782 juta. Harga tersebut setara dengan beberapa merek mobil berbasis BBM antara lain Pajero, CRV, Innova Zenix, Fortuner, dan banyak mobil tipe baru lainnya.

Sebagai informasi, data Gaikindo menunjukkan penjualan Fortuner dan Pajero selama setahun mencapai sekitar 15 ribu unit. Jumlah tersebut hanyalah sekitar 1-2% dari penjualan mobil 2023 yang menembus 1 juta unit. Hal ini mengindikasikan daya beli mobil listrik yang setara dengan harga merek mobil tersebut masih rendah.

Ditambah lagi, mobil listrik memerlukan penggantian baterai dengan kisaran harga RP 400-500 juta. Dengan harga berkisar Rp 400 jutaan, uang itu bisa membeli unit Avanza tipe terendah yakni Avanza 1.3 E MT yang dibanderol Rp 235-an juta dengan Brio Satya S MT yang dihargai Rp 265-an juta.

Bahkan, bukan tak mungkin bisa membeli mobil low cost green car (LCGC) sebanyak dua unit, bahkan untuk LCGC termahal misalnya Honda Brio Satya CVT yang kini dibanderol Rp 193-an juta.

Hal ini menjadikan daya beli kendaraan listrik masyarakat Indonesia masih cukup sulit, khususnya untuk piramida sosial terbesar masyarakat Indonesia, yaitu kelas menengah ke bawah. Selain itu, subsidi ini berarti ditujukan pada kelas masyarakat yang tergolong mampu atau menengah ke atas.

Berdasarkan kalkulasi CNBC Indonesia Research, untuk bisa kredit mobil listrik selama jangka waktu 7 tahun, misalnya Hyundai Ioniq 5 Prime Standard Range dengan harga jual Rp 718 juta dan asumsi membayar uang muka (down payment/ DP) sebesar Rp 278.335.000, maka biaya cicilan mobilnya bisa mencapai sebesar Rp 9.675.000 per bulan.

Melansir detikcom, salah satu petugas Mandiri Tunas Finance ditemui di Periklindo Electric Show 2022, Senin (25/7/2022), menyatakan bahwa penghasilan konsumen yang membeli mobil listrik itu minimal 3 kali lebih besar dari biaya cicilan mobil listrik per bulannya.

Artinya, penghasilan konsumen mobil listrik minimal setidaknya sekitar Rp 30 juta per bulan. Padahal, data Salary Explorer, menyatakan masyarakat Indonesia yang mencapai penghasilan di atas Rp 22,8 juta per bulan hanyalah 5% dari total masyarakat Indonesia.

Selain itu, subsidi kendaraan listrik telah memakan jumlah anggaran yang cukup besar. Direktur Jenderal Anggaran Isa Rachmatawarta menjelaskan, untuk tahun 2023 pemerintah menyiapkan anggaran subsidi kendaraan bermotor listrik sebesar Rp 1,75 triliun. Angka tersebut merupakan hasil perhitungan dari Rp 7 juta dikali 250.000 motor listrik yang diberikan insentif. Kemudian, besaran subsidi mobil listrik pada 2023 sebesar Rp 1,6 triliun.

Dengan asumsi nilai subsidi Rp 80 juta per unit, penjualan mobil diperkirakan sekitar 20 ribu unit. Jika dijumlahkan, total subsidi motor dan mobil listrik pada 2023 mencapai Rp 3,35 triliun.

Di sisi lain, pemberian subsidi untuk pembelian mobil dan sepeda motor listrik di Indonesia ternyata belum mampu meningkatkan minat masyarakat. Abra El Talattov, Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development INDEF mencatat bahwa realisasi penjualan kendaraan listrik masih rendah, meskipun pemerintah menargetkan populasi kendaraan listrik mencapai 15 juta unit pada 2030.

Selain itu, insentif mobil listrik Thailand yang lebih tinggi dan perbedaan harga yang cukup signifikan dengan kendaraan listrik di Indonesia juga menjadi sorotan. Melansir CNN Indonesia, mobil listrik Wuling Air EV tercatat lebih murah di Thailand dibandingkan Indonesia. Padahal, kendaraan tersebut merupakan buatan Indonesia.

Keberhasilan subsidi yang diterapkan oleh negara tetangga yaitu Thailand mampu menghasilkan penjualan kendaraan listrik terbesar Asia Tenggara. Melansir Counterpoint Research, Thailand tercatat menjadi pengadopsi kendaraan listrik tipe BEV terbesar di Asia Tenggara (SEA) dengan penjualan berkontribusi melebihi 75% dari keseluruhan di kawasan ini.

Besarnya pasar Thailand dengan tingkat adopsi yang tinggi, serta dukungan penuh pemerintah melalui insentif, berpotensi mendatangkan investasi pabrik produksi kendaraan listrik di Thailand.

Hal ini menunjukkan ekosistem kendaraan listrik Thailand yang lebih baik. Dengan insentif di Thailand yang sedikit lebih tinggi, adopsi EV Thailand dapat jauh lebih besar dibanding negara Asia Tenggara lainnya.

Menurut Abra, motivasi selain dari aspek insentif subsidi harus diberikan kepada masyarakat, seperti infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan pemahaman teknis dalam mengoperasikan kendaraan listrik. Ia menekankan bahwa masih ada keragu-raguan di kalangan masyarakat terkait penggunaan kendaraan listrik.

“Jadi pemerintah ingin tadi niatnya proyek besar hilirisasi ini bisa mengundang investor di industri otomotif khususnya kendaraan listrik memang dari benchmark di dunia yang dibutuhkan paling tidak minimal 5 sampai 10% pangsa pasar kendaraan listrik di setiap negara itu untuk bisa menarik investor,” jelas Abra.

Sebagai penutup, situasi pengembangan industri kendaraan listrik mencerminkan kompleksitas dalam memandang kebijakan pemerintah terkait ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Begitu juga dari sisi subsidi, pemberian subsidi bagi warga dengan penghasilan minimal Rp 30 juta per bulan kontradiktif dengan tujuan pemerintah agar subsidi tepat sasaran.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/research/20240216160606-128-515130/subsidi-kendaraan-listrik-hanya-dinikmati-orang-kaya-ini-hitungannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *